Wednesday, February 8, 2017

Museum Pusaka Nias

Sejak tahun 1972 salah seorang Misionaris Gereja Katolik bernama Pastor Johannes M. Hämmerle, OFMCap sudah memulai mengoleksi benda-benda budaya, seni dan sejarah masyarakat Nias. Lama kelamaan jumlah koleksinya semakin banyak, dan dengan teliti dia mencatat nama dan kegunaannya masing-masing. Dari banyaknya koleksi yang dimiliki tersebut, Pastor Johannes mengusulkan kepada Dewan Ordonya yakni Ordo Kapusin Provinsi Sibolga untuk mendirikan museum Nias.


Pastor Johanes M.Hammeris OFM Cap., seorang missionaris Gereja Katolik Ordo Kapusin, Propinsi Sibolga, sudah sejak tahun 1972 mengoleksi dan mencatat nama serta fungsi berbagai benda budaya, termasuk yang mengandung nilai sejarah, masyarakat Nias. Ketika koleksinya semakin banyak, ia mengusulkan kepada dewan ordonya agar mendirikan museum untuk menampung koleksi tersebut.
Usaha ke arah itu telihat pada ceramah yang diberikan oleh Pastor Hadrian Hess OFM Cap. pada Kapitel Ordo Kapusin Propinsi Sibolga tanggal 28-30 Juli 1990 mengenai pentingnya pelestarian budaya Nias dan pendirian museum. Selanjutnya, dalam rapat pleno Ordo Kapusin Propinsi Sibolga diputuskan Pastor Johannes sebagai pengelola museum dan sampai sekarang masih memegang jabatan tersebut.

PAVILIUN I
Menyajikan berbagai artefak sebagai bukti material yang menggambarkan keagungan seorang Ono Niha pada masa lalu mulai dari kehidupannya secara pribadi, dalam keluarga, dalam masyarakat hingga ke sisi religius yang berkaitan dengan dunia dan kepercayaannya. Artefak-artefak tersebut berkaitan juga dengan dimensi kehidupan yang agung (Molakhomi) dan terhomat (mosumange) dan tegas/keras (mosofu).
PAVILIUN II
Menghadirkan bukti-bukti material yang dipakai dalam pesta yang berkaitan dengan kejelasan dan peneguhan status. Mulai dari berbagai bentuk perhiasan dan barang-barang berharga lainnya, peralatan dapur, dan peralatan jamuan yang terbuat dari kayu, batu, dan keramik. Dilanjutkan dengan rumah adat dengan berbagai ukiran dan monumen di sekitarnya sebagai simbol tingginya status. Berbagai takaran, pakaian, dan tempat duduk yang sekaligus sebagai usungan pada saat prosesi pesta adat, hingga berbagai bentuk peti jenazah sebagai akhir dari kehidupan di dunia serta artefak yang digunakan pada perayaan dan ritus religi kuno.
PAVILIUN III
Hidup keseharian orang Nias tidak saja diisi dengan hal-hal yang istimewa. Layaknya masyarakat suku bangsa lain di berbagai belahan dunia, Ono Niha juga menjalani hidup sehari-hari dengan berbagai kegiatan rutin. Menelusuri hidup keseharian Ono Niha dapat dilihat dalam ruangan ini, mulai dari tempat hunian, peralatan, dan teknologi rumah tangga, kesenian, pertanian, pertukangan, perburuan kepala manusia, perburuan hewan untuk makanan dan sebagainya.
PAVILIUN IV
Peristiwa  penting dalam kehidupan orang Nias diabadikan dengan batu. Batu itu seolah hidup dan bertutur pada generasi sekarang tentang masa lalu leluhurnya. Mengapa batu?
Me kara lo tebulo-bulo (Karena batu tak pernah berubah)
Me kara lo maoso-maoso (Karena batu tak pernah bergerak)
Kara toroi ba nahia (Batu tetap tinggal pada tempatnya)
Kara sahono boto (Batu yang indah dan selamanya kekal)
PAVILIUN V
Kegiatan pameran temporer, ceramah, audio visual, diskusi untuk pendidikan pusaka bagi pengunjung, dll.
Sumber: https://www.museumindonesia.com/museum/36/1/Museum_Pusaka_Nias_Gunungsitoli,_Nias https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Pusaka_Nias       http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1551/museum-pusaka-nias

No comments:

Post a Comment